Radio Rodja 756AM

Jumat, 26 Juli 2013

DALAM KESEDIHAN AKHIR RAMADHAN


DALAM KESEDIHAN AKHIR RAMADHAN
==========

Wahai orang yang melakukan kebajikan, teruskan dan tingkatkanlah apa yang kamu lakukan itu..
Wahai orang yang lengah dan lalai, hentikan segera kelengahan itu..
ketahuilah hari-hari ini adalah Akhir Ramadhan..
Hari-hari yang mana Rasulullah menangis..
Hari-hari dimana Para Shahabat Nabi bersedih diatas kesedihan...

Banyak diantara mereka yang menangis, takut dan khawatir, kalau-kalau di tahun berikutnya tidak bisa lagi "menemui" Ramadhan.

Allah 'azza wa Jalla berfirmn :

"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
[QS. Al-Mukminuun: 57-61]

Wahai Jiwa..
Diri ini belum maksimal.. Takutlah-takutlah dirimu akan Adzab Allah, adzab yang dimana seringan-ringan adzab seseorang yang memakai sandal di neraka hingga otaknya melepuh, itulah yang ringan..!!!

Wahai Jiwa..
Hari-hari ini adalah hari-hari akhir...
Hari-hari ini adalah hari-hari akhir...
Akhir Ramadhan yang mana ia adalah bulan pengampunan...
Rugilah orang-orang berbuka disiang hari tanpa udzur ketika kaum muslimin berpuasa..
Rugilah mereka yang bermaksiat, berzina, berpacaran, dan maksiat syahwat penuh adzab.
Rugilah mereka yang tiada memanfaatkan waktu luangnya untuk beribadah..

Takutlah wahai orang-orang shaleh...
Takutlah wahai orang-orang beramal..
Takutlah wahai kaum muslimin penggemar ibadah...
takutlah kiranya amal-amal yang telah kita kerjakan itu tidak diterima oleh Allah azza wajalla lantaran Riya',Sombong, dan ingin dipuji serta pembatal amal lainya..

Rasulullah menafsirkan ayat diatas adalah :" mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan bersedekah dan mereka takut amal mereka tidak diterima (oleh Allah). Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan." (HR. At-Tirmidzi).

Wahai Jiwa...
Tunaikan kebaikan...!!
Tunaikan ibadah dihari-hari akhir Ramadhan,, kencangkan ikat pinggang kamu..!!!
Berangkatlah kemsjid untuk ber'itikaf kemasjid-masjid jami'.

Wahai Jiwa asingkan dirimu dari keluarga..
perintahkan keluarga untuk beribadah dengan giat lagi selama dirimu ber'itikaf dimasjid...

Janganlah dirimu memikirkan Lebaran..
Janganlah dirimu memikirkan mudik...
fikirkanlah bagaimana dirimu bisa memanfatkn akhir Ramadhn ini dengan beribadah...
Demi Allah Lebaran [idul fithri] itu haq dan akan terjadi...
akan tetapi ibadah tidak akan terjadi jika kita senantiasa mengandai-andai mempersiapkan lebaran...
wallahulmusta'an


======
Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan

Minggu, 14 Juli 2013

KETIKA JIWA TERMAKAN OLEH WAKTU..!!




KETIKA JIWA TERMAKAN OLEH WAKTU..!!

=======
Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan
=============================

Jarum jam itu bergerak kekanan bukan kekiri..
Jarum Jam itu berputar pada angka yang maju bukan angka mundur…
Jangan anda katakan jarum jam itu bergerak dari angka 3 ke 2 lalu ke 1, tidak..!!
jarum jam itu bergerak dari angka 1 menuju 2 lalu 3 dan seterusnya dari detik hingga dapat dikatakan menit, dari menit hingga dapat dikatakan jam..

Itulah waktu..!!

Tentu diri kita tidaklah berjalan untuk mundur, akan tetapi diri kita berjalan untuk maju..

Maka dari itu maju nya anda dalam berjalan, maju pula anda menuju kematian..
Majunya waktu dapat menggiring anda menuju ajal yang telah ditetapkan oleh Allah ‘azza wa jalla..

Ingatlah kematian sebagaimana Allah ‘azza wajalla telah memperingatkan untuk kita semua, memperingatkan untuk diri kita, ayah kita, ibu kita kerabat kita dan kaum muslimin dalam firmanNya :

"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.
Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
(QS.Al Imran:185).

Allah menciptakan dunia dan se-Isinya dengan penciptaan yang sangat luar biasa, Masya Allah.. Allah menciptakan Dunia dengan segala ke AgunganNya, saking luar biasanya dunia sehingga banyak manusia yang tertipu.. banyak manusia yang terjebak hingga ia menyesal di akhirat.

Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
““Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai kambing bagi kalian.” (HR. Muslim no.7344)”

Kita tentu melihat bagaimana hakikat bangkai..? bangkai itu bau.. bangkai itu busuk.. , maka ketahuilah DUNIA Lebih bau dan lebih busuk daripada BANGKAI.

Agar kita tidak tertipu dan terjebak oleh bagusnya dunia, oleh indahnya dunia maka hendaknya manfaatkanlah waktu kita dengan sebenar-benarnya,

Al Hasan Al Bashri berkata,
“Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu akan hidup hanya beberapa hari saja, setiap kali waktu berlalu, berarti hilang sebagian dirimu”

Dengarlah anak adam… dengarlah wahai jiwa.. dengarlah bagi anda yang mendengar..
Tidakkah jiwa ini sadar.. tidakah anda sadar.. tidakah kalian menyadari.. bertambahnya usia anda artinya berkuranglah jiwa anda,

lihat diri KITA.. lihatlah wahai jiwa..
wajah kita bukanlah lagi wajah saat kita bayi.. wajah bayi itu halus sedangkan saat ini kasar..

wajah kita bukanlah lagi wajah remaja.. wajah remaja itu kencang bersinar sedangkan saat ini keriput telah Nampak..

wajah kita bukanlah lagi wajah muda.. wajah muda itu gagah sedangkan saat ini serba kendur tak lagi gagah…

Bukankah ini yang dinamakan satu hari berlalu hilangnya sebagian diri…?
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ada dua nikmat yang manusia banyak tertipu dengannya, yakni nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)

Al-Hasan dalam menasehati muridnya dengan mengatakan, “Kejarlah ajalmu, jangan lagi katakan, ‘Besok dan besok.’ Karena sesungguhnya kamu tidak pernah tahu, kapan kamu akan kembali menemui Rabbmu.[ Hilyatul Auliya, 2/140]

RAMADHAN Bukan lagi ajang tradisi..

RAMADHAN Bukan lagi ajang bersenang-senang dengan kelalaian sebagaimana orang-orang bodoh bersenang untuk kelalaian..

RAMADHAN Adalah Bulan Puasa, Bulan Al Qur’an, bulannya ibadah.. sungguh merugi bagi orang-orang yang sama sekali tiada memanfaatkan waktunya di bulan yang mulia ini..

Semoga Allah bermanfaat bagi yang menulis dan kepada yang menyimak untaian ini.
Wallahulmusta’an

Minggu, 07 Juli 2013

BERPUASA IKUT PEMERINTAH, NAMUN APAKAH PEMIMPIN YANG BURUK WAJIB DIIKUTI..?




BERPUASA IKUT PEMERINTAH,
NAMUN APAKAH PEMIMPIN YANG BURUK WAJIB DIIKUTI..?

==================
Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan
------

‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu berkata:

“Wahai Rasulullah, kami tidak bertanya kepadamu tentang ketaatan (terhadap penguasa) yang bertakwa. Yang kami tanyakan adalah ketaatan terhadap penguasa yang berbuat demikian dan demikian (ia sebutkan kejelekan-kejelekannya).” Maka Rasulullah bersabda: “Bertakwalah kalian kepada Allah, dengarlah dan taatilah (penguasa tersebut).” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab As-Sunnah, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah Fitakhrijis Sunnah, 2/494, no. 1064)

Dalil diatas sebenarnya telah jelas menyambar bagaikan gelombang lautan dahsyat untuk orang-orang yang berpaham mengkafirkan pemerintah, dengarlah wahai saudaraku... dengarlah... jurus ngeyel apa lagi yang kalian letakan untuk memposisikan penguasa negeri ini dengan mutlak tidak menta'atinya.

Lihatlah Rsulullah telah mewanti-wanti jauh-jauh hari akan ada penguasa yang memang tidak diatas jalan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam artinya jauh dari penerapan syariat islam namun apa fatwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam :

“Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476, no. 1847)

dengarlah bagi yang memiliki pendengaran..
tundukan hati bagi yang masih mempunyai hati...
langkahkan kaki ke jejak yang lurus bagi yang mempunyai kaki..
akankah kita tetap mengeyel dan menganggap penguasa negeri ini kafir..?
Subhanallah...

Ketahuilah..
Salahkan diri-diri kita...
salahkan jiwa-jiwa kita...
sesungguhnya penguasa tergantung pada rakyatnya..
penguasa adalah cerminan rakyatnya...

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Miftah Daaris Sa’adah, mengatakan :
"dizaman kita, tidak mungkin terdapat Umar bin Abdul Aziz, tidak mungkin ada muawiyyah bin abi sufyan, karena penguasa adalah cerminan rakyatnya"
beliau berkata "Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak"

Lihat saudaraku... Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah hidup pada abad ke 7 hijriyyah, abad ke 7 hijriyyah, sudah menyatakan pada zman beliau tidak ada penguasa yang seadil umar bin abdul aziz, apa yang dilakukan beliau berdemo..? tidak.. kudeta..? tidak.. beliau dalah ulama alim tentu mengikuti tauladannya Rasululllah shalallahu 'alaihi wa sallam "“Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).”

Anehnya.. syari'at islam selalu ditunjukan kepada penguasa, bukan pada diri- diri masing-masing tidakah kita tahu dan hafal hadits dimana Nabi shalalllahu 'alaihi wa sallam bersabda :

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 1829)

Maka syariat islam bukan hanya dibebankan pada pemerintah, tapi pada diri-diri kita, mka prioritas bebankan syariat pada diri dan keluarga kita dan menjadi hal lucu jika ada oknum yang senantiasa menghujat pemerintah untuk penegakan syariat akan tetapi istrinya tidak dibimbing, anaknya tidak di bina, dia hanya sibuk orasi-orasi,,,, ini musibah...!!!

Berbicara penegkn syariat islam adalah berbicara ilmu bukan kebodohan, maka penegakn syariat islam tidak cukup dengan famlet-famlet, spanduk besar, slogan tegakan khilafah-tegakan khilafah demi Allah tidak cukup, apalagi terjun ke partai...
maka penegakan syariat harus dilakukan dengan ilmu artinya kita belajar agama dan ini merupakan jihad yang agung pada zaman ini.

maka menjelang detik-detik ramadhan hendknya kita berintropeksi dirilah, tidk perlu rakyat senantiasa menylahkan penguasa, karena semuanya bermula dari rakyatnya, jika rakyatnya buruk berbuat syirk, bid'ah dan maksiat maka begitupulalah penguasanya, maka yang harus dibenahi adalah diri kita masing-masing, dan janganlah kita berharap pada zaman kita hadir umar bin khathab, jangan berharap hadirnya umar bin abdul aziz, krna rakyat pada zamanya dua umar bukan seperti rakyatnya zaman kita sebagaimana Ali Ibnu abi thalib berkata kepada khawarij :

“Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah,rakyatnya adalah aku, utsman dan para shahabat, sedangkan pada zaman aku rakyatnya adalah kalian-kalian [pengerusak]”[Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51.].

maka menjelang Ramadhan tidak ada lagi yang berkata penguasa kita buruk bagaimana kita ta'ati... tidak ada lagi yang beragumen pemerintah korup koq dita'ati..? cukup hadits Rasulullah :

“Seburuk-buruk penguasa kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Dan jika kalian melihat mereka mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).” (HR. Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)

maka dari itu Ramadhan demii syiar yang agung adalah kebersamaan, kebersamaan dalam persatuan islam dibawah naungan penguasa.

Rasulullah bersabda
“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka adalah pada saat kalian berbuka, dan (waktu) berkurban/ Iedul Adha di hari kalian berkurban.”. wallahu'alam

Sabtu, 06 Juli 2013

1 RAMADHAN BUKAN HAK ORGANISASI



ORGANISASI BUKAN PANUTAN DALAM PENENTUAN RAMADHAN DAN HARI RAYA..!!!

Polemik kaum muslimin Di Indonesia menjelang Ramadhan adalah adanya perbedaan dalam penentuan hari mulai ramadhan, Kaum Muslimin dibuat bingung sehingga menjadi benih kedengkian dan permusuhan antar sesama kaum muslimin sedangkan di sisi lain, ini adalah hajat besar kaum muslimin, ini adalah kesempatan dalam beribadah serta berlomba-lomba dalam kebaikan, namun sayang semua ini tercoreng atas perbedaan penentuan bulan Ramadhan ataupun Hari Raya,

siapa yang salah..?
dan siapa yang memperkeruh suasana persatuan umat dalam hajat besar..?

Islam adalah agama yang sempurna, adakah agama lain yang sempurna menyaingi Islam..?
wallahi Islam mengajarkan hidup dan kehidupan manusia, dari hal besar hingga kecil, dari pemerintahan hingga masuk wc ada do'anya dan menyingkirkan duripun bagian dari iman, maka begitu sempurnanya islam, maka sangat dan sangat mustahil islam tidak mengatur Siapa yang berhak menetapkan 1 RAMADHAN DAN 1 SYAWAL..?

Camkan Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda :

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa itu pada hari (ketika) kalian semua berpuasa, Idul fitri pada hari ketika kalian semua beridulfitri dan Idul Adha ketika kalian semua beriduladha” (Hadits Riwayat Tirmidzi dalam “Sunannya no : 633 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam “Silsilah ash-shahihah no : 224).

Aisyah radhiyallahu anha berkata :

النَّحْرُ يَوْمَ يَنْحَرُ النَّاسُ ، وَ اْلفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ

“Hari Raya Kurban ketika manusia berkorban dan hari Idul Fitri ketika manusia beridulfitri”.

Ash-Shan’ani berkata :

“ hadits ini adalah dalil bahwasanya penetapan Id akan dianggap, jika sesuai dengan seluruh kaum muslimin (penentuan pemerintah) dan bahwasanya seorang yang secara sendirian mengetahui hari Id dengan melihat (hilal), wajib baginya menyesuaikan dengan yang lainnya(ikut pemerintah), dan merupakan kelaziman baginya hukum mereka dalam shalat, berbuka dan berkorban (Subulussalam 2/462).

Lihat bagaimana Imam Ibnul Qayyim menjadikan hadits ini sebagai pembantah untuk orang-orang berpemahaman hisab dalam penentuan ramadhan dan id.

Ibnul Qayyim berkata : “ Dalam hadits ini adalah sebuah bantahan terhadap bagi sekelompok orang penganut hisab dalam menghitung bulan dan mereka memutuskan boleh baginya berpuasa dan berbuka sementara yang tidak mengetahui tidak boleh”.
( Tahdziib as-Sunan 3/214).

Ketahuilah kaum muslimin...
Ikutilah penguasa kalian...
Janganlah kalian ikuti jejak-jejak organisasi yang menimbulkan hizbiyyah, yang merupakan benih permusuhan antar umat islam.

Kalau sekiranya anda mengikuti penguasa / pemerintah dan pemerintah salah dalam menentukan penentuan 1 ramadhan atau 1 syawal maka dosa ditanggung pemerintah dan kita sebagai rakyat tetap mendapatkan pahala.

Adapun seandainya anda mengikuti organisasi dan organisasi tersebut salah dalam penetapan 1 ramadhan dan 1 syawal maka dosa anda ditanggung sendiri, terdapat dua dosa : 1. dosa pembangkangan terhadap pemerintah dan 2. dosa kesalahan dalam penetapan 1 ramadhan dan 1 syawal.

Berfikir cerdas, Ramadhan bukan ajang saling berpecah, idul fithri bukan ajang berselisih sekiranya anda mengikuti pemerintah adalah suatu kewajiban dalam persatuan umat islam.

=====
Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan

Selasa, 02 Juli 2013

PERUSAK RAMADHAN


Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan barakah dan penuh dengan keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala telah mensyariatkan dalam bulan tersebut berbagai macam amalan ibadah yang banyak agar manusia semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Akan tetapi sebagian dari kaum muslimin berpaling dari keutamaan ini dan membuat cara-cara baru dalam beribadah. Mereka lupa firman Allah ta’ala, “Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3). Mereka ingin melalaikan manusia dari ibadah yang disyariatkan. Mereka tidak merasa cukup dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.

Oleh sebab itu pada tulisan ini kami mencoba mengangkat beberapa amalan bid’ah yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu amalan-amalan yang dilakukan akan tetapi tidak diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat beliau, semoga dengan mengetahuinya kaum muslimin bisa meninggalkan perbuatan tersebut.

Bid’ah Berzikir Dengan Keras Setelah Salam Shalat Tarawih

Berzikir dengan suara keras setelah melakukan salam pada shalat tarawih dengan dikomandani oleh satu suara adalah perbuatan yang tidak disyariatkan. Begitu pula perkataan muazin, “assholaatu yarhakumullah” dan yang semisal dengan perkataan tersebut ketika hendak melaksanakan shalat tarawih, perbuatan ini juga tidak disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula oleh para sahabat maupun orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Oleh karena itu hendaklah kita merasa cukup dengan sesuatu yang telah mereka contohkan. Seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti jejak mereka dan segala keburukan adalah dengan membuat-buat perkara baru yang tidak ada tuntunannya dari mereka.

Membangunkan Orang-Orang untuk Sahur

Perbuatan ini merupakan salah satu bid’ah yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak pernah memerintahkan hal ini. Perbedaan tata-cara membangunkan sahur dari tiap-tiap daerah juga menunjukkan tidak disyariatkannya hal ini, padahal jika seandainya perkara ini disyariatkan maka tentunya mereka tidak akan berselisih.

Melafazkan Niat

Melafazkan niat ketika hendak melaksanakan puasa Ramadhan adalah tradisi yang dilakukan oleh banyak kaum muslimin, tidak terkecuali di negeri kita. Di antara yang kita jumpai adalah imam masjid shalat tarawih ketika selesai melaksanakan shalat witir mereka mengomandoi untuk bersama-sama membaca niat untuk melakukan puasa besok harinya.

Perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak di contohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga orang-orang saleh setelah beliau. Yang sesuai tuntunan adalah berniat untuk melaksanakan puasa pada malam hari sebelumnya cukup dengan meniatkan dalam hati saja, tanpa dilafazkan.

Imsak

Tradisi imsak, sudah menjadi tren yang dilakukan kaum muslimin ketika ramadhan. Ketika waktu sudah hampir fajar, maka sebagian orang meneriakkan “imsak, imsak…” supaya orang-orang tidak lagi makan dan minum padahal saat itu adalah waktu yang bahkan Rasulullah menganjurkan kita untuk makan dan minum. Sahabat Anas meriwayatkan dari Zaid bin Sabit radhiyallahu ‘anhuma, “Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat. Maka kata Anas, “Berapa lama jarak antara azan dan sahur?”, Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca ayat al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menunda Azan Magrib Dengan Alasan Kehati-Hatian

Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan kita untuk menyegerakan berbuka. Rasulullah bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari Muslim)

Takbiran

Yaitu menyambut datangnya ied dengan mengeraskan membaca takbir dan memukul bedug pada malam ied. Perbuatan ini tidak disyariatkan, yang sesuai dengan sunah adalah melakukan takbir ketika keluar rumah hendak melaksanakan shalat ied sampai tiba di lapangan tempat melaksanakan shalat ied.

Padusan

Yaitu Mandi besar pada satu hari menjelang satu ramadhan dimulai. Perbuatan ini tidak disyariatkan dalam agama ini, yang menjadi syarat untuk melakukan puasa ramadhan adalah niat untuk berpuasa esok pada malam sebelum puasa, adapun mandi junub untuk puasa Ramadhan tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mendahului Puasa Satu Hari Atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah telah melarang mendahului puasa ramadhan dengan melakukan puasa pada dua hari terakhir di bulan sya’ban, kecuali bagi yang memang sudah terbiasa puasa pada jadwal tersebut, misalnya puasa senin kamis atau puasa dawud. Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mendahului puasa ramadhan dengan melakukan puasa satu hari atau dua hari sebelumnya. Kecuali bagi yang terbiasa melakukan puasa pada hari tersebut maka tidak apa-apa baginya untuk berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perayaan Nuzulul Qur’an

Yaitu melaksanakan perayaan pada tanggal 17 Ramadhan, untuk mengenang saat-saat diturunkannya al-Qur’an. Perbuatan ini tidak ada tuntunannya dari praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para sahabat sepeninggal beliau.

Berziarah Kubur Karena Ramadhan

Tradisi ziarah kubur menjelang atau sesudah ramadhan banyak dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan di antara mereka ada yang sampai berlebihan dengan melakukan perbuatan-perbuatan syirik di sana. Perbuatan ini tidak disyariatkan. Ziarah kubur dianjurkan agar kita teringat dengan kematian dan akhirat, akan tetapi mengkhususkannya karena even tertentu tidak ada tuntunannya dari Rasulullah maupun para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’iin.

Inilah beberapa bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, khususnya di negeri kita, semoga Allah ta’ala memberikan kita ilmu yang bermanfaat, sehingga kita bisa meninggalkan perkara-perkara tersebut dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

***

Penulis: Abu Sa’id Satria Buana
Muroja’ah: Ustadz Abu Salman

WAKTU IMSAK, BID'AH ATAU SUNNAH..??


APAKAH IMSAK MEMILIKI DALIL DARI SUNNAH ATAUKAH MERUPAKAN BID’AH ?


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kami melihat beberapa almanak di bulan Ramadhan dituliskan padanya bagian yang disebut “imsak” yang dijadikan sebelum shalat shubuh kurang lebih sepuluh menit, atau seperempat jam, apakah hal ini memiliki dalil dari sunnah ataukah merupakan bid’ah ? Berilah fatwa kepada kami, mudah-mudahan anda mendapat pahala.

Jawaban
Hal ini termasuk bid’ah, tiada dalilnya dari sunnah, bahkan sunnah bertentangan dengannya, karena Allah berfirman di dalam kitabnya yang mulia.

“Artinya : Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang merah dari benang putih yaitu fajar” [Al-Baqarah : 187]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnu Umi Maktum mengumandangkan adzan, karena dia tidak beradzan sampai terbit fajar” [1]

Imsak yang dilakukan oleh sebagian orang itu adalah suatu tambahan dari apa yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menjadi kebatilan, dia termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama Allah padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Artinya : Celakalah orang yang mengada-adakan! Celakalah orang yang mengada-adakan ! Celakalah orang yang mengada-adakan ! “ [2]

SEBELUM NAIK PESAWAT MATAHARI SUDAH TENGGELAM LALU IA BERBUKA, SETELAH PESAWAT LEPAS LANDAS DIA MELIHAT MATAHARI, APAKAH HARUS MENAHAN DIRI DARI MAKAN MINUM ?

Pertanyaan
Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seseorang menyaksikan tenggelamnya matahari, muadzin pun mengumandangkan adzan sedangkan saat itu dia berada di Bandar Udara lalu dia berbuka puasa, sesudah pesawat yang ditumpanginya lepas landas dia melihat matahari, apakah dia harus menahan diri dari makan dan minum?

Jawaban
Jawaban kami terhadap kasus ini adalah dia tidak wajib menahan diri (berpuasa lagi), karena waktu berbuka datang tatkala mereka masih berada di daratan, matahari sudah tenggelam ketika itu dan mereka berada di tempat tenggelamnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Apabila malam datang menyongsong dari sana dan siang telah meninggalkan dari arah sana, juga matahari telah tenggelam, maka orang yang berpuasa boleh berbuka” [3]

Apabila dia berbuka berdasar tengelamnya matahri sedangkan saat itu dia berada di Bandar Udara (Airport) maka berakhirlah harinya, jika harinya telah berakhir maka dia tidak lagi wajib menahan diri dari makan dan minum kecuali pada hari berikutnya.
Atas dasar ini, dia tidak wajib menahan diri dalam kondisi ini, karena berbuka puasa sudah sesuai dalil syariat sehingga tidak diwajibkan atasnya berpuasa lagi kecuali dengan dalil syariat pula.

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah Dan Ibadah, Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Pustaka Arafah]
__________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Janganlah mencegah kalian benar-benar …” (1918) dan Muslim : Kitab Shiyam/Bab Keterangan bahwa masuknya waktu puasa ditandai dengan terbit fajar …” (1092)
[2]. Diriwayatkan oleh Muslim : Kitab Ilmu/Bab Celakanya orang-orang yang mengada-adakan (2670)
[3]. Diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum/Bab Berpuasa dan berbuka dalam bepergian (1941)

POLEMIK TARAWIH 11 ATAU 23..?








::POLEMIK TARAWIH 11 ATAU 23..?::

Sufyan Bin Ranan



Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, bulan pengampunan, bulan THR-nya para ahli Ibadah, Bulan dimana banyak-nya

pahala yang berlimpah ruah dan keistimewaan-nya adalah turun-nya al Qur’an pada Bulan Ramadhan

Allah ta’ala Berfirman :
Bulan Ramadhan yang telah diturunkan di dalamnya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai penjelas dari petunjuk dan pembeda. (Al Baqarah: 185)


Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan (kesesatan) kepada cahaya (petunjuk) yang merupakan inti dari ajaran Islam, member petunjuk dari kesesatan menuju kebenaran, dari kebodohan menuju kesadaran.


Oleh karena itu janganlah kita sia-siakan bulan ini dan jangan kau nodai dan cederai keindahan bulan ini dengan permusuhan, terlebih permusuhan dalam hal Fiqh contohnya yang tak ada habis untuk di persoalkan adalah Raka’at Tarawih 11 atau 23 Raka’at…?


Shalat Tarawih yang balasan-nya adalah ampunan yang mana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Barangsiapa shalat (tarawih ) (pada bulan) Ramadhan dalam keadaan Iman dan berharap Pahala dari Allah Ta’ala , niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim).


Shalat raarawih 11 atau 23 raka’at adalah sama – sama sunnah, 11 Raka’at adalah Sunnah nya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam Hadits Aisyah Radhiyallahu’anha :


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat (malam) baik di dalam bulan ramadhan maupun di luar ramadhan tidak pernah lebih dari 11 rakaat." (HR. Bukhari Muslim)


Dan Tarawih 23 raka’at adalah sunnah-nya shahabat Nabi dan Khulafaurrasyidin, yang mana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :


"Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafa'ur Rasyidin Al Mahdiyin sepeninggalku. Gigitlah ia dengan gigi geraham (istiqamah diatasnya), dan jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap baru (dalam agama) Merupakan kesesatan." HR Ibnu Majah


Berpegang pada pondasi nash ini maka setiap pengamalan para shahabat Nabi shalallahu alaihi wa sallam adalah bagian dari sunnah yang juga untuk diamalkan oleh karena itu berkaitan 23 Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim)


Dengan demikian shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, boleh sampai 11, boleh sampai 23, boleh sampai 4o tak terbatas tentu dengan memperhatikan thuma’ninah-nya jangan ngebut.


Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz rahimahullah berkata :
“para sahabat di masa Umar terkadang shalat tarawih sebanyak 23 rakaat dan terkadang sebanyak 11 rakaat.”


Bersikap Adil menghadapi Ini, 11 raka’at menghargai 23 dan 23 raka’at jangan ngebut..!!

Dengan demikian shalat tarawih 11 raka’at maupun 23 raka’at adalah sah bukan suatu Bid’ah, meskipun memang mengikuti Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah yang utama 11 raka’at akan tetapi tidak mengesampingkan saudara-saudara kita yang memakai 23 raka’at.


dan yang memakai 23 raka’at hendaknya thuma’ninah bukan ngebut kaya burung pelatuk, yang lucu shalat 23 raka’at lebih cepat dari 11 raka’at secara analogi durasi waktu kalaupun memakai surat al ikhlas secara terus menerus setiap raka’atnya dengan memperhatikan bacaanya dan disandingkan 11 raka’at yang memakai surat al ikhlas juga umpamanya dengan tartil serta keduanya thuma’ninah dalam shalat maka 23 raka’at pasti lebih lama dibanding 11 raka’at.


Dengan demikian jika ada jama’ah yang 23 raka’at shalatnya tanpa thuma’ninah maka lebih baik kita bergabung kepada jama’ah yang dilaksanakan 11 raka’at atau 23 raka’at yang thuma’ninah. Wallahu’alam



BERSETUBUH DI BULAN RAMADHAN












TANYA JAWAB BERSETUBUH DI BULAN RAMADHAN

Soal 21:

Apa yang diwajibkan dari kafarat atas seorang laki-laki yang dia menjima’i istrinya di siang hari bulan Ramadhan ?



Jawab:

Telah datang dua hadits yaitu dari Aisyah dan Abu Hurairah dan keduanya dalam Shahih. Bahwasanya salah seorang laki-laki dating menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah aku telah binasa.” Kemudian kata Rasul, “Apa yang membuatmu binasa?” Kemudian ia menjawab, “Aku telah menjima’i istriku siang hari di bulan Ramadhan.” Dan dalam hadits Abu Hurairah, berkata seorang laki-laki, “Ya, Rasulullah aku telah binasa.” Beliau berkata, “Apa yang telah membuat engkau binasa?” Kemudian dia menjawab, “Aku telah menjima’i istriku di siang hari bulan Ramadhan.”

Beliau berkata, “Apakah engkau punya budak untuk kemudian engkau merdekakan?” Dia menjawab, “Tidak.” Kata Rasul , “Apakah engkau mampu untuk shaum dua bulan terus menerus?” Kemudian dia menjawab, “Tidak.” Kemudian kata Rasul , “Apakah engkau mampu untuk memberi makan 60 orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian dia duduk. Kemudian Rasul mendatanginya dengan membawa satu karung tamr (kurma) kemudian berkata, “Ambillah ini dan engkau bershodaqoh dengan ini!”. Kemudian laki-laki menjawab, “Ya Rasulullah, tidak ada yang lebih faqir dari aku “demi Allah di antara dua kota Madinah ini.” Kemudian Rasulullah tersenyum dan berkata, “Ambillah ini, dan beri makanlah keluargamu!”

Atau dengan makna yang seperti ini. Maka apabila didapatkan seorang budak maka hendaklah dia memerdekakannya, jika tidak memiliki budak maka berpindah pada shaum dan tidak boleh berpindah kepada memberikan makanan jika dia mampu untuk melakukan shaum. Karena sesungguhnya memberikan makanan ini sangat mudah bagi orang-orang kaya sedangkan shaum dua bulan berturut-turut terdapat di dalamnya masyaqqah (kesulitan/ keberatan).

Kafarat bagi istri yang berjima’




Soal 22:

Dan apa pula hukumnya atas seseorang perempuan apabila ia jima’ tersebut dengan keridhaan darinya dan dia tidak mencegah akan hal itu?


Jawab:

Apabila hal ini timbul dari keridhaannya maka si wanita tersebut berdosa. Adapun keharusan untuk membayar kafarah maka sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menyuruhnya akan hal itu. Kecuali Rasul mengatakan kepada seorang laki-laki, “Perintahlah istrimu jika dia ridha untuk mengerjakan hal itu (yaitu membayar kafarah).”

Akan tetapi apabila si perempuan itu yang menyebabkan suaminya mencumbuinya sehingga terjadilah apa yang terjadi maka si perempuan itu berdosa, jika ternyata dia terpaksa maka dosa dikembalikan kepada suaminya.

Berjima’ dalam keadaan lupa


Soal 23:

Apa hukumnya orang yang terjadi padanya hal itu (jima’) sedang dia dalam keadaan lupa bahwa saat itu siang hari dalam bulan Ramadhan?


Jawab:

Wallahu a’lam. Apakah ada yang melakukan jima’ dalam keadaan dia lupa bahwasanya dia berada di bulan Ramadhan atau tidak ada. Apabila memang didapatkan orang yang lupa maka hukumnya sama seperti hukum orang yang lupa yaitu tidak menqadha. Akan tetapi aku tidak mengira bahwa di sana ada yang melakukan jima’ karena lupa bahwa ia berada di siang hari di bulan Ramadhan kecuali terjadi di awal bulan Ramadhan, dan apabila dia lupa maka apakah istrinya juga lupa. Adapun mem-bayar kafarah maka diharuskan padanya.




Berjima' karena Bodoh
Soal 24 :

Dan apa yang harus dilakukan oleh orang yang terjadi padanya hal ini (jima’) sedangkan dia bodoh tentang hukum ?

Jawab :

Dia tetap harus membayar kafarah yang telah aku sebutkan sebelumnya karena sesungguhnya hadits tentang ini adalah mutlak..



Mencumbui istri

Soal 25:

Apa hukumnya orang yang memeluk istrinya dan menciumnya tanpa berjima’?


Jawab:

Aisyah berkata, “Bahwasanya Nabi memeluknya di bulan Ramadhan.” Kemudian Aisyah mengatakan, “Siapa di antara kalian yang paling dapat menahan kebutuhannya?”

Dan Ummu Salamah mengatakan bahwasanya Nabi menciumnya, demikian pula Aisyah mengatakan bahwasanya Nabi menciumnya. Dan Aisyah mengatakan bahwasanya Nabi adalah orang yang paling dapat menahan kebutuhannya. Apakah Ummul Mu’minin ini termasuk seseorang yang paling dapat menahan kebutuhannya ataukah tidak. Maka yang jelas bahwasanya hal itu tidak mengapa. Akan tetapi apabila ditakutkan menyebabkan jima’ maka wajib baginya untuk meninggalkan hal itu.



Keluar mani setelah bercumbu

Soal ke-40 :

Seorang laki-laki mencumbui istrinya di siang hari di bulan Ramadhan kemudian ia keluar maninya sedangkan ia tidak mengetahui apakah hal itu haram ataukah tidak haram. Maka apakah diwajibkan atasnya sesuatu ?

Jawab

Apabila ia mencumbui istrinya dengan tujuan untukmemenuhi syahwatnya dengan mengeluarkan maninya di luar daripada farji (kemaluan) istrinya maka ia dianggap ber-dosa. Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda dari apa-apa yang meriwayatkan-nya dari Rabb-nya,

“meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Aku.”

Dan apabila ia mencumbui istrinya dalam keadaan tidak mengetahui atau bodoh akan hukumnya maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah dan apabila ia mengetahui maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah jika ia mengetahui hal itu. Dan apabila ia mencumbui istrinya sedangkan ia dalam keadaan mengetahui bahwa mencumbui ini adalah hal yang diperbolehkan baginya kemudian ia memeluknya dan ia beranggapan bahwa hal ini tidak haram atasnya kecuali jima’ kemudian setelah itu ia mengeluarkan mani dan ia tidak bermaksud untuk mengeluarkan mani, maka tidak apa-apa baginya. Dan walau bagaimanapun maka tidak diwajibkan atasnya untuk memberikan kafarah jima’ pada setiap keadaan, dan ini adalah ucapan (pendapat) Abu Muhammad bin Hazm dan ini adalah shahih.

Sumber :

Buku Risalah Ramadhan, Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, Judul Asli : Bulugh Al Maram min Fatawa Ash-Shiyam As-ilah Ajaba ‘alaiha Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Penerbit Pustaka Ats-TsiQaat Press – Bandung, penerjemah Ibnu Abi Yusuf, Editor Ustadz Abu Hamzah.

BONUS RAMADHAN






Ustadz Abu Yahya Marwan bin Musa

Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan di banding bulan-bulan yang lain, di antaranya:

- Pada bulan Ramadhan, Al Qur’an diturunkan (lih. Al Baqarah: 185).

- Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu (HR. Bukhari)

- Di bulan itu ada malaikat yang menyeru, “Wahai orang yang menginginkan kebaikan, bergembiralah!. Wahai orang yang menginginkan keburukan, berhentilah!.” (HR. Ahmad dan Nasa’i, sanadnya jayyid)

- Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari)

- Amal saleh di bulan Ramadhan dilipatgandakan pahalanya. Contohnya berumrah di bulan Ramadhan sana seperti berhajji bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

- Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak kesturi (HR. Bukhari)

- Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu Lailatul Qadr (lih. Surat Al Qadr).

- Dan keutamaan lainnya yang begitu banyak.

TIPS PUASA


Ustadz Abu Yahya Marwan Bin Musa

TIPS BERPUASA :

1. Makan sahur dan mengakhirkannya, habis waktu makan sahur adalah dengan terbitnya fajar shadiq, tidak dengan tibanya waktu yang diistilahkan oleh orang-orang dengan “Imsak”, hal ini adalah bid’ah.

2. Menjaga diri dari perbuatan sia-sia dan berkata kotor, berkata dusta, berbuat ghibah (gosip) dan namimah (mengadu domba), demikian juga menjaga diri dari bersikap bodoh dan berteriak-teriak, serta menghindari maksiat seperti memberikan persaksian palsu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لمَ ْيَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْس ِللهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata dusta dan beramal dengannya, maka Allah tidak lagi butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

3. Menundukkan pandangan.

4. Bersikap dermawan.

5. Shalat taraawih, lebih utama dilakukan bersama imam secara berjama’ah hingga selesai, karena akan dicatat untuknya shalat seperti semalaman suntuk.

6. Memperbanyak membaca Al Qur’an.

7. Menyegerakan berbuka.

8. Berbuka dengan kurma dalam jumlah ganjil, jika tidak ada dengan air.

9. Berdoa ketika berbuka seperti dengan doa berikut,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ اْبتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلاَ جْرُ اِنْ شَاء َاللهُ
“Telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan dan semoga pahala tetap didapat Insya Allah.”

Doa ini dibaca setelah berbuka, jangan lupa ketika hendak makan membaca “Bismillah”. Jika lupa, ucapkanlah “Bismillah fii awwalihi wa aakhirih” dan makanlah dengan tangan kanan.

Apabila kita berbuka di rumah orang lain dianjurkan mengucapkan,
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik memakan makananmu, serta semoga malaikat mendoakanmu agar kamu diberi rahmat."

9. Beri’tikaf, lebih utama I’tikaf dilakukan pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

I’tikaf terlaksana dengan seseorang tinggal di masjid berniat i’tikaf baik lama atau hanya sebentar, dan ia akan mendapatkan pahala selama berada di dalam masjid.
Bagi yang beri’tikaf boleh memutuskan atau membatalkan i’tikafnya kapan saja ia mau, jika ia sudah keluar dari masjid lalu ia hendak beri’tikaf lagi, maka ia pasang niat lagi untuk beri’tikaf.

Ia pun hendaknya mencari malam lailatul qadr dalam I’tikafnya di malam-malam yang ganjil (meskipun mencari lailatul qadr tidak mesti harus beri’tikaf).

Hendaknya orang yang beri’tikaf memanfaatkan waktunya yang ada dengan sebaik-baiknya seperti memperbanyak dzikr (baik yang mutlak maupun yang muqayyad), membaca Al Qur’an, mengerjakan shalat-shalat sunnah serta memperbanyak tafakkur tentang keadaannya yang telah lalu, hari ini dan yang akan datang serta memperbanyak merenungi hakikat hidup di dunia dan kehidupan di akhirat kelak.

Dan hendaknya ia hindari perbuatan yang sia-sia seperti banyak bercanda, ngobrol dsb. Tidak mengapa bagi orang yang beri’tikaf keluar jika tidak dapat tidak harus keluar (seperti buang air, makan dan minum ketika tidak ada yang mengantarkan makan untuknya, pergi berobat, mandi dsb).

Aisyah berkata, “Sunnahnya bagi yang beri’tikaf adalah tidak menjenguk orang yang sakit, tidak menyentuh wanita, memeluknya, tidak keluar kecuali jika diperlukan, dan i’tikaf hanya bisa dilakukan dalam keadaan puasa, juga tidak dilakukan kecuali di masjid jaami’ (masjid yang di sana dilakukan shalat Jum’at dan jama’ah).”
Lebih sempurna lagi bila dilakukan di salah satu dari tiga masjid yang memiliki keistimewaan dibanding masjid-masjid yang lain (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha). Dan I’tikaf menjadi batal ketika seseorang keluar dari masjid tanpa suatu keperluan serta karena berjima’.

Doa ketika mengetahui lailatul qadr adalah,
اَللّهُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ اْلعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, maka ma’afkanlah aku.”
Sedangkan waktu I’tikaf yang utama dimulai setelah shalat Subuh hari pertama dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan dan berakhir sampai matahari tenggelam akhir bulan Ramadhan.

10. Ber’umrah, keutamaannya adalah seperti berhajji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

11. Dan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah dan amal shalih lainnya. Termasuk di antaranya memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئاً
“Barangsiapa yang memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Shahihul Jaami’ 6415).

SAMBUT RAMADHAN

Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu (zaman) di atas sebagian lainnya, sebagaimana Dia mengutamakan sebagian manusia di atas sebagian lainnya dan sebagian tempat di atas tempat lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ

“Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka” (QS al-Qashash:68).

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata, “(Ayat ini menjelaskan) menyeluruhnya ciptaan Allah bagi seluruh makhluk-Nya, berlakunya kehendak-Nya bagi semua ciptaan-Nya, dan kemahaesaan-Nya dalam memilih dan mengistimewakan apa (yang dikehendaki-Nya), baik itu manusia, waktu (jaman) maupun tempat”[1].

Termasuk dalam hal ini adalah bulan Ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan dan istimewakan dibanding bulan-bulan lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang merupakan salah satu rukun Islam.

Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang penuh berkah ini dan menjadikannya sebagai salah satu musim besar untuk menggapai kemuliaan di akhirat kelak, yang merupakan kesempatan bagi hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri kepada-Nya[2].

Bagaimana Seorang Muslim Menyambut Bulan Ramadhan?

Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang agung, di buka pintu-pintu surga dan di tutup pintu-pintu neraka[3].

Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan ingin meraih ridha-Nya.

Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum akan kedatangan bulan yang penuh berkah ini[4].

Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung)”[5].

Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”[6].

Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena mencapai bulan ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka (kerjakan)”[7].

Maka hendaknya seorang muslim mengambil teladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah Ta’ala, agar di akhirat kelak mereka akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah Ta’ala dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah”[8].

Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara Televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.

Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal shaleh yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam[9].

Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh seorang hamba benar-benar melaksanakan shalat, tapi tidak dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) shalat tersebut kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau seperduanya”[10].

Juga dalam hadits lain tentang puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”[11].

Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan

Hikmah dan tujuan utama diwajibkannya puasa adalah untuk mencapai takwa kepada Allah Ta’ala[12], yang hakikatnya adalah kesucian jiwa dan kebersihan hati[13]. Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga bagi seorang muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah:183).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman kepada orang-orang yang beriman dan memerintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan (diri) dari makan, minum dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena Allah Ta’ala (semata), karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati) dan semua tingkah laku yang tercela”[14].

Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah puasa, sebagai berikut:

- Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa makan, minum, berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).

- Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan) muraqabatullah (selalu merasakan pengawasan Allah Ta’ala), maka dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu (melakukannya), karena dia mengetahui Allah maha mengawasi (perbuatan)nya.

- Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri manusia), karena sesungguhnya setan beredar dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya darah[15], maka dengan berpuasa akan lemah kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang tersebut.

- Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada Allah Ta’ala), dan amal-amal ketaatan merupakan bagian dari takwa.

- Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan berpuasa) maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian dari takwa[16].

Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tanpa adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau, “Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala (manusia) pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan bagi tubuhnya”[17].

Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih menamakan bulan puasa dengan syahrush shabr (bulan kesabaran)[18]. Bahkan Allah menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat ganda tanpa batas[19], sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal (shaleh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas), karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran (kebaikan) baginya”[20].

Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

{إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala mereka tanpa batas” (QS az-Zumar:10).

Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar dalam ucapan beliau,“Sabar itu ada tiga macam: sabar dalam (melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena (dengan) berpuasa (kita harus) bersabar dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semua keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam (menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya badan yang dialami orang yang berpuasa”[21].

Penutup

Demikianlah nasehat ringkas tentang keutamaan bulan Ramadhan, semoga bermanfaat bagi semua orang muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta memberi motivasi bagi mereka untuk bersemangat menyambut bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri dalam perlombaan untuk meraih pengampunan dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguh-sungguh mengisi bulan Ramadhan dengan ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada setiap malam (di bulan Ramadhan) ada penyeru (malaikat) yang menyerukan: Wahai orang yang menghendaki kebaikan hadapkanlah (dirimu), dan wahai orang yang menghendaki keburukan kurangilah (keburukanmu)!”[22].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 6 Sya’ban 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Artikel www.muslim.or.id
[1] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 622).

[2] Lihat kitab “al-‘Ibratu fi syahrish shaum” (hal. 5) tulisan guru kami yang mulia, syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad – semoga Allah menjaga beliau dalam kebaikan – .

[3] Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR al-Bukhari (no. 3103) dan Muslim (no. 1079).

[4] Lihat keterangan imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[5] HR Ahmad (2/385), an-Nasa’i (no. 2106) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam kitab “Tamaamul minnah” (hal. 395), karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain.

[6] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[7] Dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 174).

[8] HSR al-Bukhari (no. 7054) dan Muslim (no. 1151).

[9] Lihat kitab “Shifatu shalaatin Nabi r” (hal. 36) tulisan syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[10] HR Ahmad (4/321), Abu Dawud (no. 796) dan Ibnu Hibban (no. 1889), dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-‘Iraqi dan syaikh al-Albani dalam kitab “Shalaatut taraawiih (hal. 119).

[11] HR Ibnu Majah (no. 1690), Ahmad (2/373), Ibnu Khuzaimah (no. 1997) dan al-Hakim (no. 1571) dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, al-Hakim dan syaikh al-Albani.

[12] Lihat kitab “Tafsiirul Qur’anil kariim” (2/317) tulisan syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin.

[13] Lihat kitab “Manhajul Anbiya’ fii tazkiyatin nufuus” (hal. 19-20).

[14] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/289).

[15] Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 1933) dan Muslim (no. 2175).

[16] Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 86).

[17] Kitab “al-Fawa-id” (hal. 97).

[18] Lihat “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 2623).

[19] Lihat kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).

[20] HSR al-Bukhari (no. 1805) dan Muslim (no. 1151), lafazh ini yang terdapat dalam “Shahih Muslim”.

[21] Kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 177).

[22] HR at-Tirmidzi (no. 682), Ibnu Majah (no. 1642), Ibnu Khuzaimah (no. 1883) dan Ibnu Hibban (no. 3435), dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan syaikh al-Albani.

AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN





MERAIH AMPUNAN ALLAH AL-GHAFUR DI BULAN RAMADHAN YANG MULIA


Di antara nama Allah Azza wa Jalla adalah al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allah Azza wa Jalla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللََّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُوْنَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. [HR. Muslim, no. 2749]

Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.

Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhan, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas. [az-Zumar/39:10]

Puasa adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan:

الصَّحَابَةُ : أَمَّنْتَ يَا رَسُوْلَ اللَّه قَالَ : جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ :بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْلَهُ قُلْتُ : آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الشَّانِيَةُ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ ذُكِرتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ : آمِِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الشَّالِشَةَ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ قُلْتُ آمِيْن

Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril berdoa. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah! Engkau telah mengucapkan amîn”. Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata: “Celakalah orang yang menjumpai Ramadhan lalu tidak diampuni”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata: “Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata: “Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya, lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”. Maka aku jawab: “Amîn”. [1]

Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan.

Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:

1. TAUHID
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. [an-Nisâ‘/4:48]

Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allah Azza wa Jalla. Apabila Diak berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Azza wa Jalla berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allah Azza wa Jalla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan. ‘Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menyendirikan seorang dari umatku (untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat. Lalu Allah menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya. Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman: “Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”. Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”. Lalu Allah berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?” ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”. Lalu Allah berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami, tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”. Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain. Kemudian Allah berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!” Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?” Maka Allah berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain. Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat. Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allah”. [2]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Qudsi menyatakan:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًاَلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allah berfirman: Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi kemudian kamu menjumpai-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik) tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan. [HR Muslim].

Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allah Azza wa Jalla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allah Azza wa Jalla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allah Azza wa Jalla menggantikannya dengan ampunan.

2. DOA DENGAN PENGHARAPAN
Allah Azza wa Jalla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. [Ghâfir/40:60]

Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.

Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allah Azza wa Jalla, sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allah (Ya Allah Azza wa Jalla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulangulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allah Azza wa Jalla dan shalawat, berusaha memilih makanan dan minuman yang halal dan lain-lain.

Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabbnya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui doamu dengan perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz.

”حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ

Permohonan kami di seputar itu. [3]

Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka. Abu Muslim al-Khaulâni mengatakan: “Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku, kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”

3. ISTIGHFÂR (MEMOHON AMPUNAN)
Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab, penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit. Dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَادَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ فِيْكَ وَلاَأُبَالِىْ يَاابْنَ آدَمَ لَؤْ بَلَغَتْ ذُنُوْ بُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أََتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli; Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukanKu dengan apapun juga, maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga. [HR. at-Tirmidzi]

Membaca istighfâr adalah penutup terbaik bagi berbagai amalan, umur, serta penutup majelis.

4. BERPUASA DI SIANG HARI DAN SHALAT MALAM KARENA IMAN, MENGHARAPKAN BALASAN PAHALA DARI ALLAHk, IKHLAS SERTA DALAM RANGKA TAAT KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang banyak, juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk melestarikan adat atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta tidak untuk mensukseskan urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk mendoakan keburukan yang tidak pantas buat seorang Muslim. Dia melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat beriman kepada Allah Azza wa Jalla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadits dinyatakan :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.[al-Bukhâri dan Muslim]

Alangkah luar biasanya seorang yang melaksanakan ibadah puasa lalu keluar dari ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati suci.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَيْكُمْ وَسَنَنْتُ لَكُم قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar dari dosadosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya.[4]

Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya dengan shalat tarawih serta berusaha mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla
.
5. MELAKSANAKAN SHALAT MALAM PADA LAILATUL QADAR KARENA IMAN DAN INGIN MENDAPATKAN PAHALA
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang Allah Azza wa Jalla muliakan, melebihi semua malam lainnya, suatu malam saat Allah k menurunkan kitab-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur‘ân) pada malam kemuliaan. [al-Qadr/97:1]

Allah Azza wa Jalla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allah Azza wa Jalla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencari Lailatul Qadar ini pada seluruh hari pada bulan Ramadhan, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, kemudian sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang ingin mendapatkan keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan shalat malam pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat bulan.

Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ

Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat. [5]

Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.

6. BERSEDEKAH
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allah Azza wa Jalla . Dengannya, seorang hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla :

تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allah mengetahuinya. [Ali Imrân/3:92].

Dalam hadits Mu’âdz, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَبِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّهٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِىءُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِىءُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ

“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam …” [at-Tirmidzi no: 2541]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang sangat dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (ifthârus shâim). Disebutkan dalam hadits:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِشْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّا ئِمِ شَيْئًا

“Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.” [HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni]

Pahala orang yang bersedekah dilipatgandakan sampai tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan Ramadhan, penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan yang sangat menarik, antusiasme orang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhan.

7. MELAKUKAN UMRAH
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Ibadah umrah ke ibadah umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya. Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga” [al-Bukhâri no: 1650]

Umrah di bulan Ramadhan pahalanya lebih besar daripada di bulanbulan lainnya. Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehabis pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu Sinân : “Apa yang menghalangimu untuk berhaji (denganku).” Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta. Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمََضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِيْ

“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan dapat mengganti haji bersamaku.”[HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028]

Betapa besar keberuntungan orang yang umrah di bulan Ramadhan. Ia bagaikan berhaji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seperti orang yang menyertai beliau dalam ihram, sai dan thawaf dan seluruh manasik haji beliau.

8. MENYEMPURNAKAN PUASA SEBULAN PENUH
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api neraka di bulan Ramadhan, dan itu terjadi di setiap malam. Allah Azza wa Jalla menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus. Ada Ulama yang mengatakan:

مَنْ صَامَ الشَّهْرَ وَاسْتَكْمَلَ اْلأَجْرَ وَأَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ فَقَدْ فَازَ بِجَائِزَةِ الرَّبَّ

Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna, dan berjumpa dengan malam lailatul qadar, sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allah.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.

Diambil dari kitab Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, karya Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri, Dâr Ibnul Jauzi hlm 265-27

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 06-07/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

almanhaj.or.id
_______
Footnote
[1]. Penulis kitab Nadhratun Na’îm (10/5014) berkata : Hadits ini dikeluarkan al-Hâkim dalam Al-Mustadrak (4/154) dan berkata: hadits ini shahîh sanadnya, namun imam al-Bukhâri dan Muslim tidak mengeluarkannya. Imam adz-Dzahabi menyetujui hal ini. (Dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb).
[2]. HR at-Tirmidzi kitab Iman bâb Mâ Jâ‘a Fîman Yamûtu Wahuwa Yasyhadu An Lâ Ilâha Illallâh dan dishahîhkan al-Albâni dengan no. 2639
[3]. Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ no. 3163
[4]. Penyusun kitab Nadhratun Na’îm mengatakan : Diriwayatkan oleh Imam an-Nasî’i 4/158 dan lafazh ini adalah lafazh imam an-Nasâ’i; diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad 1/191. Syaikh Ahmad Syâkir mengatakan : “Sanad hadits ini shahîh.”
[5]. HR Imam Muslim, Kitâb Shalâtil Musâfirîn, bab At-Targhîb Fî Qiyâmi Ramadhân Wa Huwa Shalâtut Tarâwîh, no. 1778

KEKEJAMAN SYIAH MENUAI CERITA DUKA SURIAH



Sepenggal cerita duka dari ibunda Ummu Abdulloh, musibah yang dialami mungkin tidak dialami oleh wanita lainnya, cerita yang sebenarnya beliau tidak mau menuturkannya tapi karena untuk maslahat sebuah fakta atas kekejaman dan kebiadaban orang orang syiah di syiria kepada ahlussunnah dan pelajaran bagi umat islam dan terkhususnya para wanita muslimah, cerita yang dituturkan dengan rasa pilu di dada desahan nafas dan tetesan air mata mengiringi cerita yang akan membuat hati bergetar ketika mendengarkannya.

Singkat kata beliau bertutur;

“Saya tidak mengajukan keluahan kecuali hanya kepada Allah yang maha perkasa lagi mulia, apa yang terjadi padaku belum terjadi pada seseorang, saya tak tahu jika pernah terjadi atau belum, biarkanlah orang orang mengetahui apa yang dilakukan basyar asad dan para tentaranya.

Wahai yang memiliki khormatan…
Wahai yang memiliki keberanian…
Wahai yang punya harga diri…
Wahai yang memiliki kamuliaan…
Wahai pengikut rasululloh…
Wahai islam…
Wahai kaum muslimin…
(Seruan kepada islam dan kaum muslimin)

Saya “Ummu Abdulloh” dari suatu kampung di hims (syiria), Saya punya seorang putera yang bernama “ Abdulloh”, kami hidup bersama bapak dan ibu saya setelah wafatnya suami saya –semoga Alloh merohmatinya-

Dan pada tanggal 16 mei 2011 hari juma’at jam 3 siang (musibah yang menimpa Ummu Abdulloh), Bapak dan Ibu saya pergi untuk melayat jenazahnya putera bibikku, Setelah mereka keluar kira kira setengah jam saya mendengar tembakan keras sekali saya khawatir terhadap anak saya lalu saya masuk kamar dan mengunci pintu lalu saya pun membaca surat yasin “Semoga Allah melapangkan kami juga pada hamba hamba-Nya”,

Tak lama kemudian saya mendengar pintu diketuk saya fikir bapak dan ibuku sudah pulang karena (ada) suara tembakan yang keras, saya membuka pintu tiba tiba ada 5 (lima) orang bersenjata dan berpakaian hitam (alawit syabiha tentara kafir syiah nushoiriyah basyar asad)

Mereka berkata padaku;
“mana senjata yang ada pada kalian?...”

Saya katakana ;
“kami tidak punya senjata”

Mereka menggeledah rumah dan merusak perkakas, Mereka mengambil anak saya dan mengancam akan membantainya, Salah seorang dari mereka datang dan menyingkap kepala saya (membuka kerudung yang sedang dikenakan oleh Ummu Abdulloh), Ia mengancam akan membantai anak saya, Ia bertanya pada saya,
“siapa namanya?...”

Saya katakana;
“namanya Abdulloh (hamba Alloh)”

Ia katakan;
“ini hamba asad, hamba basyar, hamba mahir”
“Kalian semua adalah hamba, kamu adalah hamba asad, kamu hamba basyar, kamu hamba mahir”

Mereka merobek pakaian saya, mereka sunduti tubuh saya dengan rokok, mereka memperkosa saya mereka berlima memperkosa saya.

Cukuplah Alloh bagi saya dan Alloh adalah sebaik baik pelindung.”

Ya Allah lindungilah islam dan kaum muslimin
Ya Allah tolonglah Islam dan kaum muslimiin
Ya Allah menangkan islam dan kaum muslimin

Ya Allah hancurkanlah tentara tentara syiah alawit, syabiha, hizbusy syaiton, syiah iran, syiah irak dan orang orang yang membantu mereka, hancurkanlah mereka, lumpuhkan kekuatannya, cerai beraikan persatuannya, timpakanlah adzab kepada mereka seperti Engkau menimpakan adzab kepada kaum Adz Tsamud dan kaum Luth.

Ya Allah tolonglah para mujahidin, bantulah mereka satukan barisannya kuatkan imannya, dan jadikan kemenangan para mujahidin sebagai obat penawar bagi anak anak yang teraniaya pelipur lara bagi wanita wanita muslimah yang terdzolimi, dan jadikan kemenangan mujahidin sebagai harapan besar bagi umat islam demi terwujudnya sebuah khilafah islamiyah ala manhajin nubuwwah
Amin.


Jangan diabaikan, sebarkan...!
lihat videonya disini http://www.youtube.com/watch?v=3StOy2X8MBo

KEKUATAN SUNNI DAN SYIAH DI INDONESIA


==================================
MENELITI KEKUATAN SUNNI DAN SYI'AH DI INDONESIA
==================================

Mereka Lihai...
Lini demi lini telah mereka susupi...
Hari ini mereka menyusun Strategi untuk hari Esok bukan untuk besok..
Akan tetapi kenapa diri kita hari ini terlena akan harta, tahta, dan meremehkan apa itu Syi'ah..
Bicara Syi'ah,,, bukan berbicara Lia Eden dengan kerajaannya..
Bicara Syi'ah,,, Bukan lagi memandang Ahmadiyyah dengan tipu mushlihatnya..
Bicara Syi'ah,,, tidak seperti meneliti firqah sesat lainya yang mudah untuk dibantah..

Bicara Syi'ah,,, adalah berbicara Aqidah serta Darah kaum muslimin..
Bicara Syi'ah,,, Adalah berbicara kekuasaan yang menjadi prinsip mereka guna menumpahkan darah Kaum muslimin, memperkosa wanita shalihah, membunuh anak yatim dan anak-anak kecil,,,

Sebagaimana Suriah...
Bashar al Assad adalah makhluk keji dan hina abad ini..
Wanita shalihah diperkosa dihadapan suaminya..
Sang Ayah dibunuh dan disembelih dihadapan anak-anaknya..
Pengaku Tuhan untuk sujud sembah padanya...
Maha Suci dan Agung Allah 'azza wa jalla atas Hinannya Bashar dan antek-anteknya..

Mari lihat Syi'ah Indonesia...
Saya tidak pernah bosan dan tak akan bosan bi'idznillah dengan aqidah yang saya miliki untuk membongkar segala kebejadan Syi'ah... Segala Kedzaliman Ajaran-ajaran Syi'ah..
Dahulu Syi'ah tak berani seperti hari ini...
Mana ada dahulu di Indonesia seseorang mengaku Syi'ah, tidak ada orang yang mengaku Syi'ah melainkan ia telah terbentur fatwa MUI...

Namun seiring reformasi dan terlebih kebebasan sistem hari ini, membuat mereka ujuk gigi dan mengatakan "Saya Syiah", dan hari ini dimanfaatkan dengan berbagai langkah mereka dalam menyusup disemua lini di negeri ini.
Media...
Politik...
Ormas...
penerbit...
Yayasan..
Pendidikan...
dan segala macam mereka sedang proses menyusupi lini profesi... Persis seperti Yahudi yang bisa menggenggam dunia dengan sebelah tangan.

INI KEKUATAN SUNNI INDONESIA VS SYI'AH INDONESIA

Secara umum Syiah bebas dalam membuat langkah untuk mensukseskan misi mereka, adapun sunni dengan batasan-batasan syari'at tidak bisa sebebas syi'ah,

1.Bidang Media....

Kekuatan Sunni : Kita sebagai orang awam tentu bisa meneliti bagaimana Sepak terjang Sunni di bidang media.. semua jawaban ada pada diri anda, apakah selama ini media pro pada Islam..? atau sebaliknya... maka kita sangat sulit untuk menguasai media yang kita dengan media-media yang ada sangat berbeda visi dan misi, maka dari itu mari kita usahakan untuk membuat website sebagai penyeimbang, buatlah televisi-televisi dakwah dan radio-radio dakwah sebanyak-banyaknya... dan sementara ini kita belum mempunyai media eksternal di bidang pertelevisian nasional untuk mendukung dakwah sunni.

Kekuatan Syi'ah : Kitapun sebagai muslim tentu bisa meneliti bagaimana sudah jauhnya syi'ah bisa mendoktrin sebagian orang-orang awam islam dengan embel-embel kemanusiaan, dengan embel-embel Kebebasan keyakinan, dan seterusnya dan ini didukung oleh media -media tenar di negeri ini baik dari koran, website, bahkan televisi.. belum lagi mereka punya banyak sekali media internal mereka dari website, buku-buku, bahkan mempunyai tv syiah sendiri.

2.Bidang Politik

Kekuatan Sunni : Lagi-lagi inilah yang dikatakan batasan-batasan syariat yang mana orang-orang yang paham terhadap islam yang kaffah, dan mengetahui seluk beluk siapa itu Syi'ah,,, sangat tidak mungkin untuk bergabung dan terjun di perpolitika indonesia.. dan solusi yang ada adalah dengan dakwah,, sehingga para penguasa kita mendengar apa-apa yang disampaikan oleh para da'i sunni di bumi pertiwi ini.

Kekuatan Syi'ah : "Lantaran kekuasaan menjadi agenda prioritas mereka, maka apapun sistem perpolitikan yang ada mereka bisa masuk kedalamnya, dan Jangankan masuk kedalam perpolitikan non islami, mereka pun jika kekuatannya sudah besar bisa saja menggulingkan penguasa yang sedang berkuasa sebagaimana yang terjadi di timur tengah, dimana ada kerusuhan pasti syi'ahlah dalangnya.

3.Bidang Ormas

Kekuatan Sunni : Tidak semua Sunni yang tegas memerangi Syi'ah , berpendapat bolehnya mendirikan ormas, sebagian diantara mereka ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan. ini menjadi batasan syariat bagi yang mengharamkan ormas dan menjadi ijtihad bagi sunni yang berormas.

Kekuatas Syi'ah : Kalau perpolitikan non islami saja sudah mereka masuk apalagi mendirikan ormas, tentu secara tidak disuruh pun mereka segera memperbanyak ormas untuk menjadi badan hukum di internal mereka belum lagi ormas -ormas yang ada telah lama di indonesia pun berhasil mereka susupi dan menjadi kekuatan tersendiri.

4. bidang yayasan
Spertinya bidang yayasan sunni syiah imbang, kalaupun condong pada salah satu yang lebih banyaknya maka masih bisa dibendung dari keduanya.

5. Bidang Pendidikan

Kekuatan Sunni : Lembaga pendidikan yang dibawah payung sunni alhamdulillah bisa dibilang berkembang pesat seiring masyarakat indonesia semakin dewasa dan sadar agama dalam menitipkan anak-anak mereka di lembaga pendidikan sunni, namun tetap masih tertinggal jika dilihat dari pendidikan yang dipayungi orang-orang sekuler khususnya di perguruan tinggi yang tentunya manusia jelek buruknya bisa didoktrin di perguruan tinggi khususnya dalam hal pendidikan agama.

Kekuatan Syi'ah : Meskipun pendidikan indonesia umumnya saat ini dikuasai oleh orang-orang sekuler namun bukan suatu hal yang minus dimata syi'ah, mereka antara sekuler dan syi'ah saling bersatu dan berjabat tangan karena misi yang sama, adapun pendidikan yang diayomi oleh syi'ah masih dibilang minoritas, maka mereka paksakan kaum intelek mereka untuk menyusup ke perguruan-perguran tinggi yang ada sampai mereka menguasai nya ini yang dinamakan iranian corner.

dan kita tentu tak melupakan berapa banyak pelajar indonesia yang kuliah di iran yakni Tidak kurang dari 7.000-an mahasiswa Indonesia diperkirakan sedang dan telah belajar ke Iran, sebuah negara yang notabene pusat untuk menjadi pendukung Syiah. Kabar ini dikemukakan oleh salah seorang anggota DPR Komisi VIII, Ali Maschan Musa, termuat di http://www.republika.co.id/ dengan link http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/11/03/03/167288-ribuan-pemuda-belajar-di-iran-polri-diminta-waspadai-syiah

jumlah pelajar indonesia di iran melebihi pelajar indonesia di mesi, dimesir jumlahnya masih 4000an apalagi di saudi lebih sedikit lagi dari mesir.

Maka dari itu waspadalah wahai kaum muslimin..
Mungkin saat ini dan hari ini kita masih bisa tertawa terlebih menertawakan orang-orang yang membesar-besarkan perihal syi'ah..
Namun ketahuilah, Hari Esok anda akan menangis.. bukan lagi linangan airmata yang bening melainkan linangan tangisan darah kaum muslimin...
Janganlah anda tertawa jika seorang muslim memperingatkan bahaya syi'ah karena suatu saat diri anda sendiri akan menangis...

Contoh sederhana jika anda kemarin melihat tayangan di tv perihal 'syiah diusir, negara kemana?' ketika sang kyai sunni menjelaskan tentang kesesatan syi'ah dan penjelasan berkas hukum hitam diatas putih, kyai tersebut sudah tua.. lihat ekspresi mereka spontan mereka tersenyum dengan senyuman hinaan[meremehkan], lihat dari adab kepada yang lebih tua saja sudah tidak ada rasa hormat dan ini dimedia nasional mereka bisa cengangas cengenges senyuman remehan, terlebih bagaimana jika ia memegang kekuasaan dinegeri ini..?

Saudaraku... Awal Jihad Sunni terhadap Syi'ah adalah menyebarkan kesesatan dan kebejadan syi'ah dimanapun, media apapun, selama anda bisa sebarkan maka sebarkanlah. dan kalau mereka[syiah] sudah serius kepada kita [sunni] kenapa kita hari ini masih tersenyum dan santai..?
menangislah sebagaimana tangisan muslim suriah...
Sadarlah ini bukan suatu permainan melainkan suatu pokok permusuhan syi'ah terhadap sunni. WALLAHULMUSTAAN

Share postingan ini sebanyak-banyaknya, agar masyarakat tau kesesatan syi'ah, dan ini merupakan amal kebajikan bagi antum insyaAllah,,,,

[Abu Usaamah Sufyan Bin Ranan]

MUI JATIM :SYIAH TAK AKAN BERSATU DENGAN SUNNI


Solo [an-najah] – Penyatuan antara ahlus sunnah dan syiah tidak akan pernah bisa. Pernyataan ini disampaikan oleh Abdussomad Buchari. Beliau adalah ketua MUI Jatim saat dihubungi an-najah senin 10/6.

Abdussomad Buchari menjelaskan upaya penyatuan antara ahlus sunnah dan syiah tidak akan pernah bisa. Mereka itu dua hal yang tidak akan pernah bisa bertemu. “Ahlus sunnah dan syiah itu bagaikan minyak dan air yang tidak akan pernah bisa bersatu” ujar ketua MUI Jatim.

Ia menambahkan fatwa MUI Jatim tentang sesatnya ajaran syiah telah mendapat dukungan dari seluruh umat Islam Jawa Timur. Bahkan bapak gubernur soekarwo turut mendukung dengan adanya fatwa ini. Dalam mendukung fatwa ini gubernur mengeluarkan peraturan gubernur Jawa Timur No. 55 tahun 2012 tentang pembinaan kegiatan keagamaan dan pengawasan aliran sesat di Jawa timur.

Ketua MUI Jatim menekankan bahwa orang yang menolak fatwa MUI Jatim tentang sesatnya ajaran syiah itu bukan orang Jawa Timur. “Mereka yang menolak itu adalah orang-orang yang tidak faham apa sebenarnya itu syiah. Oleh karena itu kalau ingin mengetahui kesesatan syiah silahkan baca buku fatwa MUI Propinsi Jawa timur tentang kesesatan ajaran syiah” pungkasnya. [an-najah/anwar]

Article's :

QAULAN-SADIDA.BLOGSPOT.COM

SEKOLAH YUUK..!!